Novel Cinta Sangat Romantis, Cocok Untuk Netizen Jaman Now – Part8

Novel Cinta Sangat Romantis – Halo Sobat Bijak, Masih melanjutkan Cerita tentang kisah cinta yang romantis remaja jaman now. Kalau kamu belum membaca part sebelumnya. kamu bisa ikuti tautan berikut:

Sekarang kita lanjutkan ya!

Novel Antara Cinta dan Sahabat – Part8Keesokan harinya di sekolah, aku dan teman-teman yang lain tidak tahu kalo ada jam tambahan siang harinya. Bahkan, siang ini dua mata pelajaran yang akan diajarkan.

Dan setiap mata pelajaran adalah dua jam pelajaran atau empat puluh lima menit. Biasanya, kalau pagi ada jam tambahan, siangnya sudah tidak ada jam tambahan lagi.

Kami diberi waktu lima belas menit untuk istirahat dan shalat bagi yang muslim. Ternyata, tidak hanya kelasku yang tidak tahu kalau hari ini ada jam tambahan siang. Ternyata hampir semua kelas mengalami hal yang sama.

Aku manfaatkan waktu lima belas menit itu untuk shalat dhuhur di mushola sekolah. Saat aku akan ke mushola sekolah bersama Zura, Bella, dan Maria, aku lihat Dika sedang asik nongkrong bersama Exa, Zovi, dan Bayu. “Dik, shalat yuk !” Kataku mengajak Dika shalat. “Iya, gue nanti nyusul ! loe ke mushola aja duluan !” Kata Dika.

Karena aku percaya Dika akan ke mushola, aku jadi tidak memperhatikan dia lagi. Sesampainya dimushola, aku langsung mengambil air wudlu dan shalat. Selesai shalat, aku langsung merapikan mukenaku dan langsung ke teras mushola untuk memakai sepatu.

“Ca, cowok loe kok nggak shalat sih !” Tanya Maria. “Cowok gue ? Siapa ?” Kataku sambil memakai sepatu. “Ya Dika !” Kata Maria. “Oh ya ? tadi udah tak bilangin suruh shalat.” Kataku yang tidak percaya.

“Iya ! masak gue bohong sih sama loe !” Kata Maria meyakinkanku. Karena Maria tadi sedang berhalangan untuk shalat, jadi aku percaya saja dengan dia. Akhirnya, aku mencoba ingin melihat sendiri Dika itu rajin beribadah atau tidak.

Karena, salah satu criteria cowokku adalah rajin beribadah. Ternyata benar apa yang dikatakan Maria. Dia malah asik dengan teman-teman yang lainnya.

Sedangkan Zovi, Bayu dan Exa saja shalat. Tapi yang lebih mengagetkanku adalah Dyas dan Dira. Dyas adalah seorang mualaf. Sedangkan Dira, aku tidak pernah tahu kalau dia serajin itu shalatnya.

Sampai bel masuk pun, dia juga tidak kunjung menunaikan shalat. Saat pelajaran, pikiranku masih terbayang tentang Dika. “Apakah Dika memang seperti itu ya ? masak sih Dika nggak shalat !

Padahal Dika kalo nyeramahin gue kayak pak ustadz. Aku masih ragu dengan Dika. Ah, nanti aja pas istirahat aku coba cek lagi.” Kata hatiku.

Karena pikiran ku masih melayang, jadi aku tidak konsen mengikuti pelajaran Bahasa Inggris yang sedang diajar oleh Pak Santoso alias Genderuwo.

“What do you mind Eca ?” Tanya Pak Santoso. “Ca !” Kata Bella lirih sambil menyenggol tanganku. “Eca, do you have a Problem ?” Tanya pak Santoso. “No, I don’t !” Jawabku. “Really ?” Tanya Pak Santoso lagi. “Yes, Sir !” Jawabku.

“Eca, karena tadi kamu melamun saat pelajaran bapak, sekarang bapak mau tanya. What do you think about Dika ?” Tanya Pak Santoso. Aku langsung kaget. Aku bingung harus menjawab apa. “Semoga aku tidak keceplosan !” Kataku dalam hati.

“Dika is very smart, good boys, and he is friendly.” Jawabku. Tak terasa, dua jam pelajaran Pak Santoso berlalu. Jam istirahatpun tiba. Dengan di temani Disya temanku, aku pura-pura bermain-main di teras mushala.

Ternyata, tanpa aku sangka kejadian sebelum jam tambahan tadi terulang kembali. Dika tidak pergi ke mushola untuk sholat. Jam tambahan ke tiga dan keempat ini aku benar-benar focus tanpa memikirkan Dika.

“Gue nggak akan ngerep loe lagi sebagai kekasih gue Dik ! Gue bener-bener kecewa sama loe. Gue kira loe yang bisa bawa gue ke jalan yang benar. Ternyata, gue salah ! Gue nyesel udah pernah sayang sama loe !” Kataku dalam hati.

Saat pulang sekolah, aku yang biasanya takut pulang sendirian biasanya diantar sama Dika kali ini menolak tawaran Dika untuk mengantarkanku. Saat pulang sekolah itu, hujan juga sedang turun sangat deras.

“Ca, gue anterin ya ?” Tanya Dika. “Nggak perlu ! gue masih bisa pulang sendiri!” Kata ku sinis. “Ayo donk Ca ! biasanya kan loe takut kalo pulang jam segini !” Kata Dika yang terus merayuku.

“Eh dengerin ya Dik ! Gue Eca bukan Civa ! Jadi asalkan loe tau gue nggak selemah yang loe pikirin selama ini.

Dan satu lagi, gue bukan Civa. Dan kerudung ini adalah tameng buat gue. Bukan cuma buat gaya-gayaan aja tapi kelakuannya seperti pelacur …! Loe kecamkan itu dalam pikiran loe !” Kataku marah-marah.

“Loe kenapa sih Ca jadi kayak gini !” tanya Dika. “Loe tanya kenapa ? gue kayak gini tuh semua gara-gara loe ! Loe tanya sama diri loe sendiri apa kesalahan loe sama gue selama ini !” kataku masih dengan emosi lalu pergi meninggalkan Dika.

“Ca, tunggu Ca ! Beneran loe nggak mau gue anterin ?” Tanya Dika. “Udah dibilangin Eca nggak mau ya nggak mau ! kalo loe tetep maksa aja gue tonjok nih !” Kata Disya.

Setelah itu aku kembali ke dalam kelas aku hanya bisa duduk merenung di tempat dudukku. “Dir, pulang yuk !” Ajak ku sambil berdiri. Saat itu, teman-temanku yang lain sedang asik bercanda dibangkunya Disya yang berada di sebelahku.

Ada Maya, Mita, Filia, Tia, Desi,dan Vio. “Kok Dir ?” Tanya Filia. “Terbayang Dira ya ??” Kata Tia. “Apaan sih !” Kataku. “Sekarang Eca sedang jatuh cinta sama Dira.” Kata Disya menggodaku. “Ya ampun…! Dira ? Belum cukup umur kali !” Kataku lantas pergi.

“Alah ! ngaku aja loe ! loe tadi kan pas didepan mushola muji-muji Dira gitu ! ya kan ?” Kata Disya. “Dis, nggak usah bahas itu !” Kata ku dengan nada marah. “Ya udah. Tapi, jangan ngambek gitu dong Ca !” Kata Disya. “Udah ah Sya ! pulang yuk !” ajak ku. “Ayo !” Kata Disya. Aku dan Disya langsung ke parkiran mengambil motorku.

Setelah itu, aku dan Disya langsung menuju rumahnya Disya untuk mengantarkan Disya pulang. Setelah mengantar Disya pulang, aku langsung pulang ke rumah. Ternyata, di rumah tidak ada orang.

Zakka masih sekolah. Sedangkan kak Vizca, aku tidak tau dia di mana. Setelah masuk rumah, aku langsung merebahkan badanku di tempat tidur sejenak. Lalu, ku buka laptopku dan ku tancapakan modem ditempatnya.

Aku buka e-mail ku. Ada beberapa e-mail yang masuk. ‘kenapa sih loe ? kok jadi berubah gitu ? apa ada yang salah dengan gue ?’ E-mail dari Dika. ‘gue tadi kan udah bilang ! Tanya aja sama diri loe sendiri !’ Balasku.

‘Krn, kak Firman udah sembuh, kakak harus kembali ke Australia lagi. Tp, mungkin kakak baliknya masih lusa. Krn, skrng kakak masih di sby di rmh papa dan mama ! sorry, kalo kakak perginya g’ pamit. Coz, kakak buru-buru.’ E-mail dari kak Vizca. ‘g’ apa2 kak ! slm ya bwt papa n mama !’ Balasku.

Setelah itu, aku ganti baju dan makan siang. Setelah makan siang, aku mengerjakan tugas-tugas yang masih numpuk di daftar tugasku.

Saat aku mengerjakan tugasku, tiba-tiba hp ku berbunyi. Aku lihat ternyata Zakka yang meneleponku. “Assalamuakaikum !” kataku. “Waalaikumsalam !” Jawab Zakka. “Ada apa Zak ?” Tanyaku. “Kak, Aku nggak usah di jemput ! aku langsung les nanti !” kata Zakka. “O…!” Jawabku singkat. “Ya udah kak ! ini aku mau pelajaran lagi ! Assalamualakum !” Kata Zakka. “Waalaikumsalam !” Jawabku.

Setelah menutup telepon dari Zakka, aku meneruskan mengerjakan tugas-tugas sekolahku. Baru duduk lima menit, tiba-tiba hp ku berbunyi. Saat aku akan mengangkatnya, tiba-tiba mati. Dan berbunyi kembali tapi nada SMS.

‘~Kau bgkn mthr yg slalu menyinari hr2 Q ~Kau bgkn air yg slalu menyegarkn Q ~Kau bgkn api yg slalu menyult smngt Q ~Kau bgkn udara yg slalu ada untk Q’ Isi SMS itu. Ternyata SMS itu dari Rizal.

Aku hanya tersenyum tersipu membaca SMS tadi. ‘U hb bngt ya cl srh ngegombal !’ Balas ku. ‘kok ngegombal sih ? ini beneran !’ Balas dia. Setelah itu, aku tak membalasnya lagi. Hari demi hari berlalu. Bulan demi bulan berlalu.

Gosip yang mengatakan aku pacaran sama Dira semakin heboh di perbincangkan di sekolah. Awalnya aku sempat risi mendengarnya. Tapi, aku anggap itu sebagai angin yang terus berlalu dan tanpa aku hiraukan.

Dira yang awalnya tidak tau apa-apa tentang gossip itu, menjadi marah kepadaku karena dia menganggap aku yang menyebarkan gossip yang tidak jelas itu. Setiap kali aku minta maaf ke dia, dia selalu menolak permintaan maafku.

Tapi, aku tidak menyerah begitu saja. Aku terus mencoba meminta maaf ke pada Dira. Semakin lama, perasaan ku kepada Dira semakin tak jelas. Aku menjadi tertarik kepada dia. Aku juga bingung, apa yang membuat aku tertarik dengan seorang Mahendra Aditya Adira.

Padahal, dia tidak masuk criteria cowokku. Dia terlalu manja bagiku. Dira terlalu manja karena dia anak tunggal. Ya,,,tapi yang namanya cowok tetap yang tidak pantaskan kalau manja-manja banget.

Ketidakjelasan tentang perasaanku itu membuatku tidak konsen dalam pelajaran. Aku tidak tau kenapa itu bias terjadi. Sampai-sampai aku ditegur oleh wali kelasku karena nilaiku nurun drastis di kelas XI ini.

Padahal, nilai ini adalah penentuku untuk bisa mengikuti UNAS di kelas XII nanti. Kalau sampai aku tidak bisa mengikuti UNAS. Wah bisa gawat !

Aku sampai bungung dengan ini semua. Dua hari lagi, aku harus pergi ke Yogyakarta untuk study tour. Aku sudah bersiap-siap sejak tiga hari yang lalu.

Meskipun aku pergi ke Yogyakarta hanya dua hari, tapi aku mempersiapkannya semaksimal mungkin. Aku juga berpikir, mungkin ini saat yang tepat untuk meminta maaf kepada Dira.

Disya juga menyarankan yang sama. Hari study tourpun tiba. Sebelum berangkat, aku kembali mengecek semua perlengkapanku. Ternyata sudah lengkap semua.

Jam menunjukkan pukul 20.30. Saat aku berganti kerudung di kamar, aku mendengar suara mobil di depan rumah. Zak, siapa yang datang ?” Teriakku dari dalam kamar. Tapi, Zakka sepertinya tidak mendengar teriakanku.

Lalu ku ulangi lagi. “Zak, siapa yang datang ?” Teriakku lagi dari dalam kamar. “Seorang pangeran yang akan mengantarkanmu ke sekolah !” kata seseorang dari luar kamar. “Kamu siapa ?” Tanya ku kembali.

“Keluarlah dari kamarmu ! Pasti kamu akan tau siapa aku !” Kata seseorang tadi. Aku membuka pintu kamarku secara perlahan-lahan. Aku sedikit takut. Tapi aku terus membuka pintu kamarku karena aku takut terjadi apa-apa dengan Zakka.

Saat pintu kamar sudah ku buka secara sempurna, seorang laki-lagi membawa bunga berlutut di depan pintu kamarku. Saat ku lihat ternyata Rizal. “Eca, di depan papa, mama ku dan adikmu, Maukan kau menjadi kekasihku untuk kedua kalinya ? Aku janji, aku nggak akan menyakiti kamu lagi ! Please !” Kata Rizal.

Aku kaget ditambah bingung ditambah nervous. Aku jadi tidak bisa berkata apa-apa. Apalagi di depanku ada Tante Lisa dan Om Taufiq. “Aku mau jadi kekasihmu lagi !” Kataku. Lalu, kami semua tersenyum bahagia.

“Kamu sudah siap sayang ?” Tanya tante Lisa. “Sudah tante !” Kataku. “Zian, selama kamu di Yogyakarta biar Zakka tinggal di rumah kita saja ya ?” Tanya om Taufiq. “Apa nggak merepotkan om dan tante ?” Tanya ku. “Nggak sayang, kan kasian kalau Zakka dirumah sendirian.” Kata Tante Lisa.

“Kita tadi udah bicara sama Zakka. Dia mau tingal bersama kita.” Kata Om Taufiq. “Kalau Zakkanya mau ya saya izinkan !” Kata ku sambil tersenyum malu. “Ya udah, ayo kita berangkat !” kata om Taufiq. “Eh, bentar ! Zakka mana ?” Tanya Rizal.

“Zak, Zakka !” Teriakku. “Iya, sebentar kak !” Kata Zakka yang lalu berlari keluar dari kamarnya dengan membawa tas ranselnya. Setelah mengunci rumah dan menitipkan kunci rumah ke pada satpan setempat, aku diantar kesekolah oleh mama dan papanya Rizal.

Diperjalanan, kami terus bercanda. “Om, Tante, saya mengucapkan terima kasih banyak. Karena om dan tante sudah beberapa kali membantu saya.” Kataku.

“Kamu nggak perlu berterimakasih Zian. Itu sudah kewajiban om dan tante. Papa sama mama kamu kan sudah kenal lama dengan om dan tante, jadi om dan tante wajib menjaga kamu selama kamu di Jakarta.” Kata om Taufiq.

“Yang dapat terima kasih cuma papa dan mama !” Kata Rizal. “Iya sayang, aku juga berterima kasih sama kamu. Karena kamu juga banyak membantu aku.” Kataku. Rizal langsung tersipu-sipu.

“Sekarang panggilannya sayang ? bukan kakak lagi ?” kata Zakka meledekku. “Ya iyalah ! emangnya nggak boleh apa ?” Jawab Rizal. “Ya boleh sih ! tapi….” Kata Zakka yang langsung dipotong Rizal. “Makannya cepetan cari cewek, biar bisa merasakan indahnya cinta. Iya nggak sayang ?” Tanya Rizal kepadaku.

“Yup, betul itu !” Kataku. Sesampainya disekolah, aku langsung mencari Bella. Ternyata dia sedang berdiam diri di dalam kelas. “Eh, kenapa loe ? diam aja dari tadi ?” Tanya ku kepada Bella. “Huh…Ca ! kayaknya cinta ku bertepuk sebelah tangan ca !” Kata Bella yang kelihatannya sedih sekali.

“Udahlah Bel ! cowok di dunia inikan masih banyak. Nggak cuma dia aja !” Kataku menghibur Bella. “Bener juga ya ! buat apa gue mikirin dia, belum tentukan dia mikirin gue ?” Kata Bella. “Nah gitu donk ! harus semangat ! kita tuh nggak boleh lemah gara-gara cowok !” “Setuju !” Kata Bella sambil tersenyum. “Gue juga setuju !” Kata Disya yang baru datang.

“Apaan main setuju-setuju aja !” Tanya Bella kepada Disya. “Nggak tau ! emangnya kalian ngomongin apaan sih ?” Tanya Disya. Aku dan Bella langsung tertawa. “Kok malah ketawa ?” Tanya Disya. “Kita tuh lagi ngomongin kalo kita nggak boleh putus asa cuma gara-gara cowok !” Kataku.

“O…itu ! gue setuju banget kalo sama yang itu. Karena apa, ini udah jamannya emansipasi. Jadi kita nggak boleh lemah karena cowok !” Kata Disya berapi-api. “Setuju !” kataku dan Bella berbarengan.

Beberapa saat kemudian terdengar suara bel sekolah berbunyi. Semua anak harus masuk ke dalam kelas. Lalu wali kelas masing-masing kelas masuk ke kelas untuk memberi pengarahan dan memimpin do’a sebelum berangkat.

Bu Fiza wali kelas kami memberikan pengarahan kepada kami sebelum berangkat. Lalu, beliau memimpin do’a dikelas sebelum berangkat. Setelah itu, kami menuju bus masing-masing. Aku sempat salah bus. Karena, busnya tidak ditata urut sesuai dengan kelas. Aku pertama-tama masuk di bus anak kelas XI IPS 5.

Lalu, aku diberi tahu kalau itu bukan bus kelasku. Bus kelasku ada di barisan nomor dua dari depan. Ternyata, bukan hanya aku yang nyasar mencari bus. Zura, Bella, Exa, Dika,Zovi, Bayu, bahkan Maria dan Fiqa belum naik kedalam bus saat bus sudah mau berangkat.

Lalu aku, Bella, Zura, serta wali kelasku mencari mereka berdua. Mereka kami temukan kebingungan di depan bus kelas XI IPS 5. Ternyata, mereka tidak tau kalau bus kelas XI IPA 3 ada didepan.

Lalu, kami kembali ke bus kami. Bu Fiza menyuruh kami mengecek barang-barang apa ada yang tertinggal atau tidak. Ternyata, baju olah raga Exa tertinggal di rumahnya. Tiba-tiba ada seorang bapak-bapak mengetuk pintu bus kami.

Ternyata orang tuanya Exa yang mengantarkan baju olah raganya Exa. Sebelum bus berjalan, kami kembali berdo’a dipimpin guru agama yang juga guru pendamping di dalam bus kami. Setelah berdo’a bus pun melaju.

Salah seorang awak bus memperkenalkan bahwa mereka dari sebuah paket wisata. Selama di dalam bus, kejahilanku timbul. Aku menjahili teman-teman dengan me-miss call teman-temanku termasuk Dira.

Aku me-miss call dia sampai tiga kali. Aku lihat dia sedikit agak marah. Di dalam bus, banyak yang tidak bisa tidur. Hanya beberapa anak yang bisa tidur. Yang lain banyak yang main-main di belakang.

Main gitar, main kartu remi, dengerin musik, smsan, facebookan, mxitan, twitteran, makan snack, bagi-bagi makanan, bahkan ada juga yang curhat-curhatan.

Aku lihat Bella yang sebangku denganku sudah bisa tidur pulas. Lalu aku tinggal dia ke belakang. Saat aku berjalan kebelakang menuju teman-teman yang sedang asik bermain kartu remi, hp ku tiba-tiba berbunyi.

Saat ku lihat, ternyata Rizal meneleponku. Langsung saja aku anggkat. “hallo ! Assalamualaikum !” Kataku sambil mencari tempat duduk ynag enak. Lalu aku duduk di belakang tempat duduk Dira. “Waalaikumsallam !” Jawab Rizal.

“Kok belum tidur ?” Tanya ku sambil melihat jam. Ternyata pukul 23.30. “Nggak bisa tidur ! Aku mikirin kamu terus. !” Kata Rizal. “Sebaiknya, kamu sekarang tidur, biar kamu nggak sakit ! nanti kalo tidurnya kemaleman sakit lho.

Nggak usah mikirin aku. Aku baik-baik aja. Ini aku lagi di dalam bus !” kataku. “Aku tetep nggak bisa tidur !” kata Rizal. “Udahlah ! Kamu sekarang tidur aja ! Aku juga mau tidur ini !” Kataku. “Ya udah ! I miss you ! I love you baby !” Kata Rizal. “I miss you ! I love you too !” Jawabku.

“Siapa Ca ? Pacar loe ?” Tanya Disya. “Hu’um !” Jawab ku singkat. Dira langsung menghadap ke belakang sebentar lalu kembali memainkan hpnya. Lalu, aku kembali ketempat dudukku disamping Bella.

“dari mana Ca ?” Tanya Bella yang tiba-tiba terbangun. “Dari belakang !” jawabku singkat sambil mencari jaket seragam ku. Baru duduk di bangku beberapa menit, tiba-tiba lampu di dalam bus mati. Anak-anak menjadi riuh dibelakang.

“Lebih baik kalian tidur dari pada main-main. Agar besok pagi saat di tempat wisata, kalian tidak ngantuk dan tetap fres !” kata Bu Fiza. Lalu, teman-teman beranjak kembali ke bangku masing-masing dan ada yang bisa tidur dan ada yang tidak bisa tidur.

Seperti aku, aku tidak bisa tidur. Lalu, aku bermain game di hpku. Saat aku menoleh kebelakang, ternyata banyak yang sudah tidur termasuk Dira. Akhirnya aku putuskan untuk tidur. Aku rasa, baru beberapa saat tidur, bus berhenti.

Saat aku lihat pukul 24.30. Kami harus transit sejenak di sebuah tempat khusus transit para wisatawan yang akan menuju Jawa Tenggah dan Jawa Timur. Tepatnya di perbatasan Jawa Barat dengan Jawa Tengah.

Kami hanya berhenti setengah jam. Aku hanya membasuh muka di kamar mandi di tempat transit itu. Lalu, aku kembali ke dalam bus. Saat didalam bus, anak-anak kembali riuh.

Bus, mulai kembali melaju. Bu Fiza mengintruksikan kami untuk kembali tidur. Baru beberapa saat bus berjalan, tiba-tiba , Vio yang duduk di belakangku bersama Disya dan Fixa menangis.

Ia seperti melihat sosok bayangan putih dijendela. Lalu, aku, Disya, dan Fixa mencoba menenangkan Vio. Akhirnya, Viopun tenang. Aku kembali tidak bisa tidur. Aku lihat Bella sudah sangat pulas sekali tidurnya.

Aku lihat Dika, Zovi, Exa, Bayu juga sudah tidur. Sedangkan Dira, masih asik dengan hpnya. “Dia smsan sama siapa ya ? Kok Aku jadi cemburu gini ? Huhf, apakah aku kembali jatuh cinta sama Dira ?

Ingat kamu sudah milik Rizal, jadi nggak boleh suka sama Dira” Kataku dalam hati. Akhirnya aku bisa tidur juga dengan Headsett ditelinga.

Saat aku terbangun, aku mendengar suara adzan subuh yang sangat lirih sampai-sampai banyak yang tidak mendengar.

Aku lihat jam tanganku menunjukkan pukul 04.00 wib. Aku lihat, teman-temanku banyak yang masih tidur termasuk Dira. Aku lihat Bayu dkk juga masih tidur. Lalu, aku bangunkan Dika terlebih dahulu lalu Exa, Zovi dan terakhir Bayu.

Setelah itu, aku kembali ke tempat duduk ku. Tiba-tiba hp ku berbunyi cukup keras. Sampai-sampai satu bus hampir bangun semua dari tidurnya. Saat aku lihat ternyata tante Lisa yang meneleponku.

“Hallo, Assalamualaikum tante ?” Kataku. “Waalaikumsallam ! Bagaimana sayang ? Kamu sudah shalat subuh ?” Tanya tante Lisa. “Maaf tante belum !” Jawabku. “Udah sarapan belum ?” Tanya tante Lisa. “juga belum tante !. tante, Zakka nakal nggak disana ?” Tanyaku. “Oh, nggak kok Yan.

Kamu tenang aja. Pokoknya kamu saat tour ini kamu harus happy-happy. Oke ?” Kata tante Lisa. “Okelah tante ! tante mau oleh-oleh apa ? nanti saya bawain deh !” Tanyaku. “Tante nggak minta apa-apa dari kamu.

Pokoknya kamu pulang dengan selamat aja, tante udah seneng. Zian, udah dulu ya ! tante lagi masak ini ! Assalamualaikum !” Kata tante Lisa. “Waalaikumsallam !” jawabku. Beberapa saat kemudian, kami sampai di sebuah rumah makan.

Di sana, aku langsung mengambil air wudlu dan shalat subuh berjama’ah dengan teman-teman yang lain. Setelah itu, aku langsung antri kamar mandi. Karena kamar mandinya cuma 12 sedangkan anak yang mandi lebih dari 120 maka mandinya satu kamar mandi tiga anak.

Aku yang tidak biasa mandi beramai-ramai, menjadi tidak bisa mandi. Akhirnya, aku putuskan untuk tidak mandi sekalian. Aku hanya mencuci muka dan gosok gigi. Lalu, di luar kamar mandi memakai parfum.

Setelah itu, aku baru sarapan bersama Bella, Maria, Vio, Fixa, dan Disya. Aku sempat marah kepada Zura dan Fiqa. Karena, mereka tidak mau menunggui tasku saat aku mandi dan shalat. Alasan mereka karena sudah ada Bella dan Maria.

Padahal, Bella sedang berada di dalam bus untuk mengambil obatnya. Sedangkan Maria sedang menggosok gigi. Di dalam tasku ada dua buah kamera digital yang harganya puluhan juta rupiah.

Kemarahanku terus memuncak, sampai akhirnya, aku marah-marah besar kepada Zura dan Fiqa. Zura terlihat merasa bersalah sekali. Sedangkan Fiqa tidak merasa bersalah.

Akhirnya, aku tampar Fiqa. Aku masih tidak bisa mengendalikan emosiku yang terus membara. Bahkan, bu Fiza juga tak mampu meredam amarahku. Akhirnya aku ditenangkan oleh Bella, Maria, Vio, Fixa, dan Disya.

Setelah sarapan, kami melanjutkan perjalanan menuju pantai parang tritis. Di sepanjang perjalanan, kami bernostalgia. Tapi, aku hanya bisa menangis dibangku belakang menangisi sifat Zura dan Fiqa tadi.

Aku benar-benar tak habis pikir. Zura dan Fiqa yang selama ini aku kenal sangat berubah. Di bangku belakang, aku hanya ditemani Disya. “Dir, pacarmu nih urusin ?” Kata Disya. “Apaan sih Dis ! Loe jangan nambah-nambahin pikiran gue gini donk !” Kataku.

“Iya, iya !” Kata Disya. “Tuh, liat tuh nenek sihir marah !” kata Dira yang bangkunya bersebelahan denganku. Mendengar kata Dira tadi aku langsung bisa tersenyum. Aku tidak tau apa yang lucu dari perkataan Dira tadi.

Tapi, itu sudah bisa membuatku tersenyum. “Dira, Dira !” Kataku sambil tersenyum melihat Dira. “Apa?” Kata Dira dengan nada sinis. “Eh, loe tuh jadi cowok jangan galak-galak donk !” Kata Disya. “gue nggak ada urusan ya sama loe ! ca, loe tadi manggi gue kenapa ?” Tanya Dira. “tuh loe dipanggil sama pangeran kodok loe tersayang !” Kata Disya.

“Disya udah !” Kataku. “Tau nih anak dari tadi ngeganggu mulu !” Kata Dira. “O…jadi gue di sini ngeganggu kalian berdua ! oke, Eca gue kedepan dulu ya !” Kata Disya. “Eh, loe sini aja !” Kata Dira sambil menarik bajunya Disya. “Tadi katanya ngeganggu !” Kata Disya. “ya Loe tetep disini aja !” Kataku.

“Dir, cumi tadi !” Kataku. Tidak terasa, perjalanan kami sudah sampai di pantai parang tritis. Aku, Disya, Zura, Bella, Maria, dan Fiqa langsung menuju tepi pantai. Sebenarnya, aku mau minta maaf sama Dira di sini. Tapi, karena aku cari-cari Dira tidak ketemu juga, gagal deh minta maaf ke Dira.

Tapi, aku mentargetkan di Borobudur nanti, aku akan minta maaf ke Dira. Di Pantai Parang Tritis, aku dan teman teman sekelompokku tidak berani ke bibir pantai. Kami berada pada jarak lebih dari 50 meter dari bibir pantai. Itu kami lakukan karena kami takut terseret ombak. Ombak di pantai parang Tritis sangat besar karena pantai itu sangsung samudra Indonesia atau samudra Hindia.

Sedangkan teman-teman yang lain berani sampai ke bibir pantai. Jadi, kami hanya bermain-main pasir dan ber foto-foto. Kami sangat taku dengan ombak di pantai parang tritis.

Saat ombak datang mendekati kami, kami malah lari menjauh ketakutan. Sedangkan teman-teman yang lain kalu didatangi ombak malah buat mainan. Setelah puas di pantai parang tritis, kami melanjutkannya ke museum Dirgantara.

Di sana, banyak dari teman-teman kami yang tidak mendengarkan intruksi pembimbing dari museum. Mereka hanya berfoto-foto ria, menjelajahi museum, main pesawat-pesawatannya. Waktu menunjukkan pukul 12.00.

Aku lihat di buku panduan saatnya sholat Dhuhur dan ashar di jamak. Tapi kok nggak ada komando untuk shalat ya ?. Aku menjadi bingung. Aku yang biasanya shalatnya tepat waktu jadi terulur sampai satu setengah jam.

Pukul 13.30 kami makan siang . Aku jadi tidak nafsu makan karena, aku lihat salah satu temanku ayam gorengnya masih mentah. Tapi, kalau aku tidak makan aku sakit. Aku mencoba mengambil sedikit demi sedikit ayam gorengku.

Alhamdullillah ayam gorengku sudah matang. Tapi, masih ada lagi masalahnya. Saat aku cicipi supnya, tidak ada rasanya sedikitpun. Masih enak sup sarapan tadi pagi. Aku memaksakan untuk makan. Ternyata, semua anak laki-laki yang sekelas denganku sudah shalat dhuhur di rumah makan itu.

Saat aku mau shalat dhuhur, ternyata, kami sudah harus melanjutkan perjalanan ke borobudur. Ternyata perjalanan ke Borobudur cukup lama. Aku mencoba untuk tidur. Tapi, karena riuhnya teman-teman yang ada di belakang aku menjadi tidak bisa tidur.

Aku pasang headset di telingaku sampai aku tertidur. Tidak terasa sudah sampai di Borobudur. Aku lihat jam tanganku menunjukkan pukul 14.30 . Aku belum shalat dhuhur. Sedangkan waktu sudah memasuki ashar. Aku bertanya kepada guru agama yang mendampingi di bus kelas.

“Pak, bagaimana ini ? kan sudah waktunya shalat ashar ?” tanyaku. “nanti shalatnya di jamak akhir saja !” Jawab guru agama. Aku menuruti saja apa kata bapak ibu guru yang mendampingi. Saat baru turun dari bus, panasnya matahari langsung menyengat tubuhku.

Aku merasa panasnya tidak biasa karena panas sekali. Di bawah terik matahari yang begitu menyengat, aku dan teman-teman yang lain harus menunggu bapak dan ibu guru yang sedang membeli tiket.

Akhirnya, bapak dan ibu guru yang membawa tiket datang. Kami langsung berebut tiket yang dibagikan oleh bapak dan ibu guru yang membawa tiket. Setelah berdesak-desakkan dengan teman-teman yang lain, akhirnya, aku mendapatkan tiket.

Aku langsung diajak masuk oleh Bella, Maria, Zura, dan Fiqa. Saat kami baru masuk ke kompleks candi, hawa segar langsung menghampiri kami. Rasa panas yang awalnya kami rasakan di depan tadi, menjadi hilang seketika dengan kesejukan.

Saat kami baru naik ke candi, rasa lelah sudah menerjang tubuh kami. Tapi, kami tidak menyerah. Kami sampai di satu tingkat setelah candi utama atau puncak candi. Baru lima menit diatas candi, pengumuman untuk kami segera kembali ke bus terdengar.

Banyak anak yang mengeluh karena sudah capek-capek naik, baru sebentar di atas sudah disuruh turun. Saat akan turun, aku bertemu Disya dan teman-teman yang lain. Termasuk Dira. Disya memintaku untuk memfoto mereka.

Selesai memfoto, aku bermaksud untuk meminta maaf kepada Dira. Tapi, dia sudah pergi duluan. Saat aku kembali ke tempatku semula, ternyata Bella, Zura, Maria, dan Fiqa sudah tidak ada. Aku sangat kebingungan sekali.

Akhirnya, aku dan Disya menyusuri jalan yang kami lewati tadi. Aku dan Disya tidak bisa menemukan jalan keluar. Kami malah kesasar ke pasar dan tidak tau arah kembali. Sambil berjalan, aku terus berdo’a semoga ada orang yang bisa menolong kami untuk keluar dari sini.

Akhirnya, kami bertemu anak kelas XI IPS 2 yang juga kesasar. Kami lalu mencari jalan keluar bersama-sama. Di sebuah persimpangan, ada berpisah dengan kami. Dia merasa, jalan itu untuk keluar. Sedangkan kami masih sanksi dengan hal itu.

Setelah hampir satu jam muter-muter di tengah pasar, akhirnya kami bisa keluar juga. Saat keluar, kami bertemu dengan Bu Fiza. Baru seperempat jam kami duduk, ternyata Bella dan teman-temanku yang lain baru keluar.

Setelah anggota kelompokku lengkap, aku dan kelompokku langsung menuju bus untuk mengambil alat shalat untuk shalat. Kami akhirnya shalat di sebuah rumah singgah didekat borobudur. Setelah shalat, ternyata kami sudah ditunggu rombongan untuk menuju ke Malioboro, Kerato Yogyakarta, dan Benteng Van Den Berg.

Ketiga tempat itu merupakan satu paket. Dikatan satu paket karena saling berdekatan satu sama lain. Ternyata, perjalanan dari borobudur menuju tiga tempat itu lumayan lama. Aku memilih duduk dengan Disya dan Fixa.

Aku duduk di dekat jendela. Aku merenungi semua kesalahanku dan kegagalanku untuk meminta maaf kepada Dira hari ini. Tak terasa, air mataku bercucuran membasahi pipi. Aku tidak tau mengapa aku bisa menangis. Tidak terasa, kami sudah sampai di Keraton Yogyakarta.

BERSAMBUNG…